Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
18.
Di Puncak Gedung Pencakar Langit
Hari
ini adalah hari Jumat, 7 Juli 2000, merupakan hari ketiga
kami di New York. Sekitar jam 10:00 pagi kami baru meninggalkan
hotel, menghirup udara Manhattan di saat matahari sudah agak
tinggi. Kami langsung berjalan kaki menuju ke tempat
pemberhentian bis wisata yang kebetulan letaknya tidak terlalu
jauh dari hotel. Rencana semula kami ingin mengunjungi dua buah
gedung pencakar langit, yaitu Empire State Building dan World
Trade Center (WTC) Building dengan menara kembarnya.
Namun
mempertimbangkan agar saya tidak kehilangan sholat Jumat
tengah hari nanti, maka hanya salah satu gedung saja yang akan
sempat kami kunjungi. Pertanyaan selanjutnya adalah : Gedung
pencakar langit mana yang sebaiknya dikunjungi? Keduanya
menjulang tinggi, Empire State yang berlokasi di jalan 34th
Street tingginya mencapai 381 m dan terdiri dari 102 lantai,
sedangkan WTC yang berlokasi di jalan West Street tingginya
mencapai 411 m dan terdiri dari 110 lantai. Empire State Building
pernah menjadi gedung tertinggi di dunia hingga tahun 1977 ketika
posisinya digantikan oleh WTC Building.
Mengingat
bahwa gedung WTC banyak dijumpai di mana-mana dan menimbang bahwa
gedung Empire State lebih terkenal namanya, maka kami memutuskan
untuk mengunjungi gedung pencakar langit Empire State yang
namanya juga dipakai sebagai nama julukan negara bagian New York.
Sekitar
jam 11:15 siang kami tiba di lantai dasar gedung Empire State
yang ternyata merupakan kompleks pertokoan. Di luar dugaan saya
sebelumnya, untuk naik ke lift ternyata sudah banyak orang
yang antri. Sekitar 30 menit kemudian barulah lift yang
kami naiki meluncur ke puncak gedung, menuju ke lantai paling
atas yang boleh dikunjungi yaitu lantai 86, tepat di bawah
bangunan menaranya.
Dari
lantai 86 ini ada beberapa pintu yang menuju ke teras luar yaitu
sebuah tempat terbuka yang lebarnya kira-kira 1.5 m mengelilingi
puncak gedung yang berbentuk bujur sangkar. Saya pikir, inilah
tempat di udara terbuka New York yang paling dekat dengan
matahari. Angin pun bertiup spoi-spoi kering dan agak kencang.
Kami lalu berjalan memutari teras yang di sekelilingnya dipasang
pagar pengaman berupa pagar jeruji setinggi 3 meter.
Memandang
jauh ke depan dari tempat ini kami dapat melihat hamparan luas
New York City dan sungai-sungainya. Memandang ke arah bawah
tampak jalan-jalan kota yang silang-menyilang timur-barat dan
utara-selatan di sela-sela bangunan-bangunan tinggi. Sekumpulan
taksi-taksi New York yang berwarna kuning dan berseliweran di
sepanjang jalanan nampak seperti sedang ada kampanye Golkar.
Kerumunan pejalan kaki dan penyeberang jalan yang memadati
sekitar perempatan jalan nampak bergerak beriringan seperti semut
ketika lampu tanda menyeberang menyala.
Empire
State Building yang dirancang dengan motif art deco
selesai dibangun tahun 1931 pada saat Amerika sedang mengalami
depresi ekonomi. Entah kenapa gedung ini dibangun pada saat yang
tidak tepat. Akibatnya, pengelola gedung ini kemudian mengalami
kesulitan untuk memasarkannya, kesulitan mencari penghuni yang
mau menyewanya.
Meskipun
pembangunannya sendiri hanya memakan waktu dua tahun, namun
setelah itu hingga belasan tahun banyak ruangan yang kosong tak
berpenghuni. Karena itu sempat para New Yorker (sebutan untuk
orang-orang New York) menyebut gedung ini dengan memelesetkannya
menjadi Empty State Building. Namun untungnya
kepopuleran menara observasi yang berada di lantai 102 gedung ini
akhirnya berhasil menyelamatkannya dari kebangkrutan. Bahkan kini
setiap tahunnya dikunjungi oleh tidak kurang dari 3,5 juta
wisatawan dari seluruh dunia.
Gedung
tinggi ini pernah beberapa kali dihantam petir. Bahkan pada tahun
1945 sempat disenggol oleh pesawat tempur B-45 tepat di lantai
79, hingga mengakibatkan 14 orang meninggal dunia dan
mengakibatkan kerusakan senilai lebih US$ 1 juta.
Inilah
gedung pencakar langit yang menjadi salah satu kebanggaan
masyarakat kota New York. Gedung yang kalau ditimbang memiliki
berat 60.000 ton ini dilengkapi dengan elevator
berkecepatan tinggi, sehingga untuk menuju ke puncak bangunan
cukup diperlukan waktu sekitar satu menit lebih sedikit.
***
Setelah
puas berkelana di angkasa New York, kami lalu menuju
ke lift untuk turun setelah sebelumnya sempat mampir ke
toko cendera mata yang ada di lantai yang sama. Kali ini tidak
terlalu lama mengantri. Tiba di luar gedung segera menuju ke
tempat pemberhentian bis. Kali ini juga tidak terlalu panjang
mengantri, tapi justru lama menunggu bisnya tidak datang-datang.
Dari sini kami langsung menuju ke gedung PBB yang berlokasi di
jalan First Avenue dengan niat ingin sholat Jumat di sana,
dan rasanya belum terlambat.
Sebenarnya
di New York ini ada masjid Indonesia yang dikelola oleh
masyarakat Indonesia yang ada di sana. Saya memang belum tahu ada
di mana, dan rasanya akan dapat saya temukan kalau mau mencarinya
meskipun untuk itu perlu waktu. Akan tetapi saya memang mempunyai
rencana berbeda, yaitu ingin menikmati sholat Jumat di
gedung PBB. Sebuah gedung tempat bertemunya para duta
negara-negara di dunia. Dari informasi yang saya miliki, di
gedung PBB ada masjid. Masak sih, mau numpang sholat tidak
boleh, pikir saya.
Itulah sebabnya
maka siang itu saya langsung melanjutkan perjalanan dari gedung
Empire State menuju ke gedung markas besar PBB dan berhenti tepat
di depan pintu gerbangnya.- (Bersambung)
Yusuf Iskandar
Dari
puncak Empire State Building
Menara
Empire State Building setinggi 381 m.